Hari Minggu kemarin kayaknya saya jadi manusia paling sibuk sedunia. Dunia saya sendiri maksudnya. Pagi ikut jalan sehat di tempat kerja, siangan dikit hunting foto di hutan kota, dan sorenya hadir di gathering fandom lanjut nanem benih bunga matahari. Malamnya rebahan males-malesan sambil sekrol twitter nyari meme (ini unfaedah sekali). Anyway yang mau saya jadikan sorotan di postingan ini tentu saja kegiatan hunting foto di 'Hutan Kota Malabar'. Ceritanya saya udah bosen nungguin undian door prize pasca jalan sehat karena udah yakin nggak bakal dapet seperti jalan sehat-jalan sehat sebelumnya. Jadilah saya ngajak my partner in crime untuk melarikan diri ke 'Hutan Kota Malabar'. Satu-satunya foto yang saya ambil di venue jalan sehat xD Kami, eh tepatnya saya sih, dari dulu udah pingin banget nengok salah satu hutan kota yang ada di Malang ini. Cuman nggak jadi-jadi terus, entah alasannya apa saya lupa sangking banyaknya. Berhubung teman saya ini mau nikah akhir
Hari ini saya mau cerita tentang liburan ke Semarang.....satu bulan yang lalu. Rencana liburan ini sudah dari kapan tahun dan baru terwujud tahun ini. Kalau kata buku sidu "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali".
Cerita liburan ke Semarang akan saya bagi menjadi beberapa bagian: transportasi, destinasi, dan biaya.
Transportasi
Dari Malang ke Semarang saya naik kereta api, begitu juga ketika balik dari Semarang ke Malang. Saya ambil kereta ekonomi. Jarak tempuhnya sekitar tujuh jam, hmmm...kerasa di pantat. Ini belum kereta ke Bandung atau Jakarta ya lol.
Kereta api sekarang nyaman syekali. Bersih, teratur, tepat waktu, dan aman. Pemesanan tiket online juga mudah ya kan. Kemana-mana jadi enak. Lebih enak lagi kalau misalnya dibangun kereta api super cepat kayak Shinkansen-nya Jepang gitu. *ngelunjak*
Sampai di stasiun Poncol Semarang pukul setengah delapanan malam, ke hotelnya naik Go-Car (bukan sponsor). Mongomong saya nginap di Hotel Amaris Simpang Lima (bukan sponsor juga). Saya nggak berani nginap di hostel dalam negeri, masih belum percaya. Monmaap.
Selama di Semarang saya mengunjungi landmark-landmark terkenal dari kota Lumpia ini, yaitu Simpang Lima, Lawang Sewu, klenteng Sam Poo Kong, Masjid Agung Jawa Tengah, dan kota tua Semarang. Nggak muluk-muluk karena waktu liburan terbatas dan bukan kota sendiri jadi gapapa meskipun tujuannya mainstream.
Dari satu landmark ke landmark yang lain saya naik Go-Car. ALHAMDULILLAH TRANSPORTASI ONLINE INI ADA DI TANAH AIR. Selain hemat waktu, Go-Car juga mudah kan ordernya, mobilnya bagus-bagus, jelas tarifnya, dan aman. Alasan-alasan yang kita semua sudah paham. Kalau nggak ada transportasi online gitu mungkin saya nggak bisa sampai ke Masjid Agung Jawa Tengah karena letaknya lumayan jauh dari pusat kota Semarang.
Destinasi
Simpang Lima Semarang
Begitu sampai di Semarang malam hari, setelah naruh barang-barang di hotel, langsung cus cari makan malam di sekitar Simpang Lima. Banyak banget kedai makanan pinggir jalan di sekitar hotel. Bahkan ada satu kedai es gitu yang saya lupa namanya, rame banget. Jual es roti kayaknya. Karena terlalu panjang antreannya jadi males mampir hehehe.
Mendekati Lapangan Pancasila Semarang (ya kawasan Simpang Lima), ada kedai-kedai makanan berjejeran rapi mirip toko-toko yang ada di jalan Malioboro Jogja tapi lebih kecil. Saya milih makan disitu karena kelihatannya lebih bersih. Menunya macem-macem, ada nasi goreng, nasi pecel, rawon, soto, dan aneka macam minuman. Saya pesen nasi goreng ruwet (kalau di Malang namanya nasi goreng mawut) dan teh anget. Begitu makanan datang ternyata pedes banget, lupa nggak bilang nggak pedes. Buat yang nggak doyan pedes kayak saya jangan lupa bilang nggak pedes ke penjualnya. Nasinya enak sih tapi nggak bisa dihabisin, akhirnya karena masih lapar ya makan burger McD.
Setelah itu main-main sebentar di Lapangan Pancasila. Ada apa disana? Ada banyak keluarga yang bawa anak kecil, banyak pedagang mainan anak-anak, dan banyak anak muda yang main basket. Banyak juga yang hanya sekedar duduk-duduk santai menikmati udara malam hari Semarang dan suasana sekitar yang gemerlap dikelilingi hotel-hotel berbintang dan pusat-pusat perbelanjaan. Karena lapangannya luas banget jadi meskipun banyak orang ya nggak umpel-umpelan.
Di sekeliling lapangan lebih rame lagi, umpel-umpelan kalau yang ini, karena banyak orang yang berfoto-foto di tulisan Simpang Lima haha (saya baru tau kalau tulisan bersinar simpang lima jadi baru Desember 2015). Selain itu juga banyak sepeda dan becak hias yang disewakan. Tumplek blek deh pejalan kaki dan yang naik kendaraan hias itu di sekitar lapangan. Seru sih, mirip di alun-alun Batu.
Simpang Lima dan Lapangan Pancasila bagusnya pas malam hari, kalau siang biasa aja ya cuma lapangan gitu aja (harapannya?). Kata mas sopir Go-Car kalau hari Minggu Simpang Lima rame banget pagi-pagi karena ada car free day.
Begitu sampai di Semarang malam hari, setelah naruh barang-barang di hotel, langsung cus cari makan malam di sekitar Simpang Lima. Banyak banget kedai makanan pinggir jalan di sekitar hotel. Bahkan ada satu kedai es gitu yang saya lupa namanya, rame banget. Jual es roti kayaknya. Karena terlalu panjang antreannya jadi males mampir hehehe.
Mendekati Lapangan Pancasila Semarang (ya kawasan Simpang Lima), ada kedai-kedai makanan berjejeran rapi mirip toko-toko yang ada di jalan Malioboro Jogja tapi lebih kecil. Saya milih makan disitu karena kelihatannya lebih bersih. Menunya macem-macem, ada nasi goreng, nasi pecel, rawon, soto, dan aneka macam minuman. Saya pesen nasi goreng ruwet (kalau di Malang namanya nasi goreng mawut) dan teh anget. Begitu makanan datang ternyata pedes banget, lupa nggak bilang nggak pedes. Buat yang nggak doyan pedes kayak saya jangan lupa bilang nggak pedes ke penjualnya. Nasinya enak sih tapi nggak bisa dihabisin, akhirnya karena masih lapar ya makan burger McD.
Setelah itu main-main sebentar di Lapangan Pancasila. Ada apa disana? Ada banyak keluarga yang bawa anak kecil, banyak pedagang mainan anak-anak, dan banyak anak muda yang main basket. Banyak juga yang hanya sekedar duduk-duduk santai menikmati udara malam hari Semarang dan suasana sekitar yang gemerlap dikelilingi hotel-hotel berbintang dan pusat-pusat perbelanjaan. Karena lapangannya luas banget jadi meskipun banyak orang ya nggak umpel-umpelan.
Di sekeliling lapangan lebih rame lagi, umpel-umpelan kalau yang ini, karena banyak orang yang berfoto-foto di tulisan Simpang Lima haha (saya baru tau kalau tulisan bersinar simpang lima jadi baru Desember 2015). Selain itu juga banyak sepeda dan becak hias yang disewakan. Tumplek blek deh pejalan kaki dan yang naik kendaraan hias itu di sekitar lapangan. Seru sih, mirip di alun-alun Batu.
Simpang Lima dan Lapangan Pancasila bagusnya pas malam hari, kalau siang biasa aja ya cuma lapangan gitu aja (harapannya?). Kata mas sopir Go-Car kalau hari Minggu Simpang Lima rame banget pagi-pagi karena ada car free day.
Lawang Sewu
Setelah sarapan di hotel, perjalanan dilanjutkan ke Lawang Sewu. Lawang Sewu dibangun pada tahun 1904-1907 oleh perusahaan swasta Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), pelopor pengoperasian kereta api di Hindia Belanda, untuk dijadikan kantornya. NIS menunjuk Prof. Jacob F. Klinkhamer dari Delft dan B.J. Quendag dari Amsterdam sebagai arsiteknya.
Di jaman penjajahan Jepang, bangunan ini dijadikan markas militer Jepang, Kempetai dan Kidobutai. Waktu itu terjadilah Pertempuran Lima Hari di Semarang (14-19 Oktober 1945) antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai. Pertempuran ini dimenangkan oleh AMKA. Korban jiwa yang jatuh sebanyak 2000 orang Semarang dan 850 orang Jepang. Untuk mengenang para pahlawan yang gugur pada pertempuran ini maka dibangunlah Tugu Muda pada tahun 1951 di Wilhelminaplein (Taman Wilhelmina) yang ada di seberang Lawang Sewu. Di seberang Tugu Muda ada Museum Mandala Bhakti yang dulunya adalah Pengadilan Hindia Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini dijadikan kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro), dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah sampai tahun 1994.
Saat ini Lawang Sewu, yang juga masuk dalam daftar bangunan cagar budaya, menjadi museum kereta api. Di dalam salah satu gedungnya terdapat pameran foto-foto dan lukisan-lukisan tentang perkeretaapian Indonesia.
Salah satu sudut menarik buat saya di Lawang Sewu adalah dinding kaca patri berukuran 2 meter. Kaca yang terbagi menjadi empat panel besar ini mencerminkan cerita eksploitasi besar-besaran hasil alam Nusantara. Flora dan fauna Nusantara diangkut kereta dan dikumpulkan di kota-kota pelabuhan Pulau Jawa sebelum diperdagangkan di dunia, untuk memperkaya Belanda dan keluarga kerajaannya di bawah perlindungan Dewi Fortuna.
Di panel tengah-bawah berjajar Dewi Fortuna, si dewi keberuntungan yang berbaju merah, roda bersayap lambang kereta api, dan Dewi Sri, dewi kemakmuran suku Jawa. Panel di atasnya bergambar tumbuhan dan hewan yang menggambarkan Nusantara sebagai negeri yang kaya akan hasil bumi berikut simbol kota-kota dagang Batavia, Surabaya, dan Semarang. Simbol kota-kota dagang Belanda, yakni Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag, berderet di panel kiri. Panel kanan menampilkan ratu-ratu Belanda.
Ngomong-ngomong di Lawang Sewu kalau ada keterangan dilarang naik atau dilarang masuk, harus ditaati demi keselamatan diri. Ada satu lorong menuju ruang bawah tanah yang nggak ada larangan untuk masuk tapi saya nggak berani masuk hahaha. Ngelihat mulut lorongnya yang gelap aja udah teriak ngeri apalagi masuk. Katanya ruang bawah tanah tersebut pernah dijadikan penjara bagi para pejuang kemerdekaan padahal fungsi sebenarnya adalah sebagai drainase atau saluran air.
Oh iya dinamakan Lawang Sewu (kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pintu seribu) karena jumlah pintu dan jendela bangunan ini banyak sekali (sewu adalah bahasa Jawa untuk menyebut jumlah yang banyak sekali). Jumlah persisnya 928 pintu dan jendela. Banyaknya pintu dan jendela ini nggak lepas dari iklim tropis indonesia, agar sirkulasi udara lancar. Gedung ini punya koneksi antarruang dengan pertimbangan keamanan.
Setelah sarapan di hotel, perjalanan dilanjutkan ke Lawang Sewu. Lawang Sewu dibangun pada tahun 1904-1907 oleh perusahaan swasta Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), pelopor pengoperasian kereta api di Hindia Belanda, untuk dijadikan kantornya. NIS menunjuk Prof. Jacob F. Klinkhamer dari Delft dan B.J. Quendag dari Amsterdam sebagai arsiteknya.
Cetak biru rancangan bangunan Lawang Sewu |
Di jaman penjajahan Jepang, bangunan ini dijadikan markas militer Jepang, Kempetai dan Kidobutai. Waktu itu terjadilah Pertempuran Lima Hari di Semarang (14-19 Oktober 1945) antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai. Pertempuran ini dimenangkan oleh AMKA. Korban jiwa yang jatuh sebanyak 2000 orang Semarang dan 850 orang Jepang. Untuk mengenang para pahlawan yang gugur pada pertempuran ini maka dibangunlah Tugu Muda pada tahun 1951 di Wilhelminaplein (Taman Wilhelmina) yang ada di seberang Lawang Sewu. Di seberang Tugu Muda ada Museum Mandala Bhakti yang dulunya adalah Pengadilan Hindia Belanda.
Tugu Muda dengan latar belakang Museum Mandala Bhakti |
Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini dijadikan kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro), dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah sampai tahun 1994.
Saat ini Lawang Sewu, yang juga masuk dalam daftar bangunan cagar budaya, menjadi museum kereta api. Di dalam salah satu gedungnya terdapat pameran foto-foto dan lukisan-lukisan tentang perkeretaapian Indonesia.
Ruang pameran |
Salah satu sudut menarik buat saya di Lawang Sewu adalah dinding kaca patri berukuran 2 meter. Kaca yang terbagi menjadi empat panel besar ini mencerminkan cerita eksploitasi besar-besaran hasil alam Nusantara. Flora dan fauna Nusantara diangkut kereta dan dikumpulkan di kota-kota pelabuhan Pulau Jawa sebelum diperdagangkan di dunia, untuk memperkaya Belanda dan keluarga kerajaannya di bawah perlindungan Dewi Fortuna.
Di panel tengah-bawah berjajar Dewi Fortuna, si dewi keberuntungan yang berbaju merah, roda bersayap lambang kereta api, dan Dewi Sri, dewi kemakmuran suku Jawa. Panel di atasnya bergambar tumbuhan dan hewan yang menggambarkan Nusantara sebagai negeri yang kaya akan hasil bumi berikut simbol kota-kota dagang Batavia, Surabaya, dan Semarang. Simbol kota-kota dagang Belanda, yakni Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag, berderet di panel kiri. Panel kanan menampilkan ratu-ratu Belanda.
Ngomong-ngomong di Lawang Sewu kalau ada keterangan dilarang naik atau dilarang masuk, harus ditaati demi keselamatan diri. Ada satu lorong menuju ruang bawah tanah yang nggak ada larangan untuk masuk tapi saya nggak berani masuk hahaha. Ngelihat mulut lorongnya yang gelap aja udah teriak ngeri apalagi masuk. Katanya ruang bawah tanah tersebut pernah dijadikan penjara bagi para pejuang kemerdekaan padahal fungsi sebenarnya adalah sebagai drainase atau saluran air.
Oh iya dinamakan Lawang Sewu (kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pintu seribu) karena jumlah pintu dan jendela bangunan ini banyak sekali (sewu adalah bahasa Jawa untuk menyebut jumlah yang banyak sekali). Jumlah persisnya 928 pintu dan jendela. Banyaknya pintu dan jendela ini nggak lepas dari iklim tropis indonesia, agar sirkulasi udara lancar. Gedung ini punya koneksi antarruang dengan pertimbangan keamanan.
Sam Poo Kong
Sam Poo Kong adalah sebuah tempat bersejarah untuk mengenang Laksamana Cheng Ho yang sempat berlabuh di utara Jawa. Laksamana Cheng Ho adalah seorang pelaut Muslim dari Cina yang terkenal dengan perjalanan muhibahnya ke berbagai penjuru dunia dengan membawa misi damai. Menurut cerita, saat Laksamana Cheng Ho berlayar melewati Laut Jawa, ada seorang awak kapalnya yang sakit yaitu Wang Jinghong atau nama lainnya Dampo Awang atau Kiai Jurumudi Dampo Awang. Cheng Ho memerintahkan membuang sauh, kemudian merapat ke pantai utara Semarang.
Total terdapat empat klenteng di Sam Poo Kong, yaitu Klenteng Dewa Bumi, Klenteng Juru Mudi, Klenteng Sam Poo Tay Djien, dan Klenteng Kyai Jangkar (tapi maaf saya nggak tau klenteng mana namanya apa huhu). Ternyata yang beribadah di Sam Poo Kong ini nggak hanya umat Konghuchu aja, ada umat Buddha dan penganut Taoisme juga.
Kejadian bodoh dan memalukan terjadi di pintu keluar Sam Poo Kong. Ceritanya pas disana kan siang-siang dan panas banget. Panas banget sampai bikin males mikir. Saya dan teman saya naik Go-Car pesenan orang! HAHAHAHAHAH. Sebelumnya memang sudah ditelepon driver-nya kalau mobilnya merk ini warna silver dan ditunggu di depan pintu keluar. Ada memang satu mobil silver lagi nunggu disana. Saya nggak ngecek merk mobilnya, pokoknya lihat mobil warna silver yaudah naik aja lol. Sebenernya saya tau kalau nopolnya beda sama orderan saya tapi berhubung udah nggak konsen karena kepanasan yaudahlahya masuk aja ngadem. Bapak driver-nya juga nggak nanya kami siapa. 😂
Terus saya heran kok driver-nya telepon padahal lagi nyetir dan nggak pegang hape. Beberapa menit kemudian driver-nya juga ditelepon sama kliennya yang asli! Untungnya belum terlalu jauh dan nggak macet jadi driver-nya langsung puter balik dan ngebut kembali HAHAHAHAHAHA. ASLI MALU BANGET TAPI MAU GIMANAAA. 😂😂😂
Pelajaran penting: selalu kroscek ke driver sebelum naik transportasi online. 😂
Sam Poo Kong adalah sebuah tempat bersejarah untuk mengenang Laksamana Cheng Ho yang sempat berlabuh di utara Jawa. Laksamana Cheng Ho adalah seorang pelaut Muslim dari Cina yang terkenal dengan perjalanan muhibahnya ke berbagai penjuru dunia dengan membawa misi damai. Menurut cerita, saat Laksamana Cheng Ho berlayar melewati Laut Jawa, ada seorang awak kapalnya yang sakit yaitu Wang Jinghong atau nama lainnya Dampo Awang atau Kiai Jurumudi Dampo Awang. Cheng Ho memerintahkan membuang sauh, kemudian merapat ke pantai utara Semarang.
Patung Laksamana Cheng Ho dan klenteng terbesar di Sam Poo Kong |
Total terdapat empat klenteng di Sam Poo Kong, yaitu Klenteng Dewa Bumi, Klenteng Juru Mudi, Klenteng Sam Poo Tay Djien, dan Klenteng Kyai Jangkar (tapi maaf saya nggak tau klenteng mana namanya apa huhu). Ternyata yang beribadah di Sam Poo Kong ini nggak hanya umat Konghuchu aja, ada umat Buddha dan penganut Taoisme juga.
Di belakang klenteng terbesar ada dinding berelief yang menceritakan Laksamana Cheng Ho ketika mendarat di Semarang |
Klenteng paling sejuk karena banyak pepohonan di sekitarnya |
Kejadian bodoh dan memalukan terjadi di pintu keluar Sam Poo Kong. Ceritanya pas disana kan siang-siang dan panas banget. Panas banget sampai bikin males mikir. Saya dan teman saya naik Go-Car pesenan orang! HAHAHAHAHAH. Sebelumnya memang sudah ditelepon driver-nya kalau mobilnya merk ini warna silver dan ditunggu di depan pintu keluar. Ada memang satu mobil silver lagi nunggu disana. Saya nggak ngecek merk mobilnya, pokoknya lihat mobil warna silver yaudah naik aja lol. Sebenernya saya tau kalau nopolnya beda sama orderan saya tapi berhubung udah nggak konsen karena kepanasan yaudahlahya masuk aja ngadem. Bapak driver-nya juga nggak nanya kami siapa. 😂
Terus saya heran kok driver-nya telepon padahal lagi nyetir dan nggak pegang hape. Beberapa menit kemudian driver-nya juga ditelepon sama kliennya yang asli! Untungnya belum terlalu jauh dan nggak macet jadi driver-nya langsung puter balik dan ngebut kembali HAHAHAHAHAHA. ASLI MALU BANGET TAPI MAU GIMANAAA. 😂😂😂
Pelajaran penting: selalu kroscek ke driver sebelum naik transportasi online. 😂
Masjid Agung Jawa Tengah
Daya tarik Masjid Agung Jawa Tengah bagi saya adalah enam buah payung hidrolik setinggi 100 meter di halaman masjid. Payung ini mencontoh payung-payung yang ada di Masjid Nabawi Madinah. Sayangnya pas kesana salah satu payungnya lagi diperbaiki.
Untuk membuka payung-payung ini memang butuh listrik yang besar dan sangat bergantung pada cuaca. Jadwal dibukanya adalah saat shalat Jumat, Sabtu, Minggu dan setiap ada acara besar, seperti Maulid Nabi.
Daya tarik Masjid Agung Jawa Tengah bagi saya adalah enam buah payung hidrolik setinggi 100 meter di halaman masjid. Payung ini mencontoh payung-payung yang ada di Masjid Nabawi Madinah. Sayangnya pas kesana salah satu payungnya lagi diperbaiki.
Untuk membuka payung-payung ini memang butuh listrik yang besar dan sangat bergantung pada cuaca. Jadwal dibukanya adalah saat shalat Jumat, Sabtu, Minggu dan setiap ada acara besar, seperti Maulid Nabi.
Kota Tua Semarang
Hari sudah menjelang sore ketika kami sampai di kota tua. Badan udah capek jadi nggak terlalu mengeksplor kota tua secara keseluruhan. Lagian juga jalanan lagi macet banget dan ada perbaikan jalan jadi mayan berdebu juga. Saya masih sempat mengabadikan gambar beberapa gedung-gedung tua disana, sementara teman saya udah pasrah duduk di bangku di samping Gereja Blenduk, hahaha.
Gereja Blenduk dibangun pada tahun 1753 dan tercatat sebagai gereja Kristen tertua di Jawa Tengah. Nama blenduk berasal dari sebutan masyarakat Jawa Tengah untuk menyebut kubah gereja yang berbentuk setengah lingkaran tersebut.
Di samping Gereja Blenduk ada Taman Srigunting, di seberang Taman Srigunting ada bangunan tua bernama MARBA. Pembangunan gedung MARBA diprakarsai oleh Marta Badjunet, seorang warga negara Yaman yang juga seorang saudagar kaya pada jaman itu. Untuk mengenang jasanya maka dipilih nama MARBA untuk gedung tersebut. Gedung MARBA awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Tapi sekarang gedung kuno yang eksotis tersebut nggak terawat.
Di samping Taman Srigunting ada gedung Spiegel. Gedung Spiegel dibangun pada tahun 1895, saat ini gedung ini dijadikan kafe.
Hari sudah menjelang sore ketika kami sampai di kota tua. Badan udah capek jadi nggak terlalu mengeksplor kota tua secara keseluruhan. Lagian juga jalanan lagi macet banget dan ada perbaikan jalan jadi mayan berdebu juga. Saya masih sempat mengabadikan gambar beberapa gedung-gedung tua disana, sementara teman saya udah pasrah duduk di bangku di samping Gereja Blenduk, hahaha.
Gereja Blenduk dibangun pada tahun 1753 dan tercatat sebagai gereja Kristen tertua di Jawa Tengah. Nama blenduk berasal dari sebutan masyarakat Jawa Tengah untuk menyebut kubah gereja yang berbentuk setengah lingkaran tersebut.
Di samping Gereja Blenduk ada Taman Srigunting, di seberang Taman Srigunting ada bangunan tua bernama MARBA. Pembangunan gedung MARBA diprakarsai oleh Marta Badjunet, seorang warga negara Yaman yang juga seorang saudagar kaya pada jaman itu. Untuk mengenang jasanya maka dipilih nama MARBA untuk gedung tersebut. Gedung MARBA awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Tapi sekarang gedung kuno yang eksotis tersebut nggak terawat.
Di samping Taman Srigunting ada gedung Spiegel. Gedung Spiegel dibangun pada tahun 1895, saat ini gedung ini dijadikan kafe.
Biaya
Rincian biaya liburan ke Semarang tertera di gambar berikut:
Setelah biaya hotel dan transport saya bagi dua maka ketemu:
Total = Rp 841.500
Sebagai orang Jawa yang tinggal di pulau Jawa, saya pingin banget mengunjungi semua provinsi yang ada di pulau ini. Dan dengan kunjungan ke Semarang ini, Jawa Tengah sudah tercentang(?) di bucket list. Tinggal Jawa Barat, Banten, dan DKI! Ya saya belum pernah ke Jakarta selama ini.
Terus rencananya nanti kalau semua provinsi di Jawa sudah terjamah maka goal selanjutnya adalah mengunjungi masing-masing satu objek wisata yang ada di pulau-pulau di Indonesia. Pulau Sumatera (misalnya ke Danau Toba), Kalimantan (masih belum tau kemana), BALI, Sulawesi (ke Tana Toraja, koreksi kalau salah ya makasih), Nusa Tenggara (PULAU KOMODO!), Maluku (juga masih belum tau kemana), dan Papua (Raja Ampat huhuhu). Saya nggak berani masang target terlalu tinggi untuk mengunjungi tiap provinsi hehehe uangnya darimana hehehe. Doakan yak! Bismillah! Ada yang punya rencana sama kayak saya dan niat jalan bareng? Yuk! Bayarnya sendiri-sendiri ya tapi kalau saya yang dibayarin nggak nolak kok wkwkwk.
Sampai jumpa di postingan selanjutnya!
*
Referensi:
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/3104164/serunya-wisata-malam-di-kawasan-simpang-lima-semarang
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151119195551-269-92834/menyingkap-kecerdasan-arsitektur-lawang-sewu/
http://travel.kompas.com/read/2017/05/06/091700727/3.hal.yang.wajib.dilakukan.bila.berkunjung.ke.sam.poo.kong.semarang
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-2811199/mengenang-kisah-laksamana-cheng-ho-di-klenteng-sam-poo-kong
http://travel.kompas.com/read/2017/06/19/081400827/kapan.payung.ikonik.masjid.agung.jawa.tengah.dibuka.
http://travel.kompas.com/read/2016/07/04/110700927/5.Tempat.Selfie.Favorit.di.Kota.Lama.Semarang
http://seputarsemarang.com/gedung-marba-kota-lama-3484/
https://www.kompasiana.com/christiesuharto/gereja-blenduk-semarang-salah-satu-gereja-tertua-di-jawa-tengah_5653f15344afbdf10458d4ac
Sampai jumpa di postingan selanjutnya!
*
Referensi:
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/3104164/serunya-wisata-malam-di-kawasan-simpang-lima-semarang
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151119195551-269-92834/menyingkap-kecerdasan-arsitektur-lawang-sewu/
http://travel.kompas.com/read/2017/05/06/091700727/3.hal.yang.wajib.dilakukan.bila.berkunjung.ke.sam.poo.kong.semarang
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-2811199/mengenang-kisah-laksamana-cheng-ho-di-klenteng-sam-poo-kong
http://travel.kompas.com/read/2017/06/19/081400827/kapan.payung.ikonik.masjid.agung.jawa.tengah.dibuka.
http://travel.kompas.com/read/2016/07/04/110700927/5.Tempat.Selfie.Favorit.di.Kota.Lama.Semarang
http://seputarsemarang.com/gedung-marba-kota-lama-3484/
https://www.kompasiana.com/christiesuharto/gereja-blenduk-semarang-salah-satu-gereja-tertua-di-jawa-tengah_5653f15344afbdf10458d4ac
Komentar
Posting Komentar