Langsung ke konten utama

Kabur ke 'Hutan Kota Malabar'

Hari Minggu kemarin kayaknya saya jadi manusia paling sibuk sedunia. Dunia saya sendiri maksudnya. Pagi ikut jalan sehat di tempat kerja, siangan dikit hunting foto di hutan kota, dan sorenya hadir di gathering fandom lanjut nanem benih bunga matahari. Malamnya rebahan males-malesan sambil sekrol twitter nyari meme (ini unfaedah sekali). Anyway yang mau saya jadikan sorotan di postingan ini tentu saja kegiatan hunting foto di 'Hutan Kota Malabar'. Ceritanya saya udah bosen nungguin undian door prize pasca jalan sehat karena udah yakin nggak bakal dapet seperti jalan sehat-jalan sehat sebelumnya. Jadilah saya ngajak my partner in crime untuk melarikan diri ke 'Hutan Kota Malabar'. Satu-satunya foto yang saya ambil di venue jalan sehat xD Kami, eh tepatnya saya sih, dari dulu udah pingin banget nengok salah satu hutan kota yang ada di Malang ini. Cuman nggak jadi-jadi terus, entah alasannya apa saya lupa sangking banyaknya. Berhubung teman saya ini mau nikah akhir

Book Club (2018): Menatap Masa Tua dengan Penuh Semangat

Wkwk ya ampun judulnya.


Sejauh ini film 'Book Club' menjadi satu-satunya film dengan semua-tokoh-utamanya-adalah-aktor/aktris-lanjut-usia yang pernah saya tonton. Mencoba untuk memperluas bahan tontonan dan hasilnya memuaskan. Film ini lucu, heart warming, dan sangat menghibur. Waktu yang berlalu kayak nggak kerasa. Kalau sudah begini artinya filmnya sukses mendapat penilaian "bagus" dari saya hahaha.

Ceritanya ada empat perempuan lanjut usia yang berkawan sejak masih gadis. Jangan salah walaupun mereka sudah masuk usia untuk disebut sebagai "nenek-nenek" tapi penampilan mereka masih cantik, trendi, dan bugar.


Empat orang itu adalah Vivian, Carol, Sharon, dan Diane. Semuanya digambarkan sebagai wanita sukses dan mandiri dengan caranya masing-masing. Sudah nggak punya tanggungan ngurus anak soalnya anak-anaknya juga udah punya kehidupan sendiri masing-masing (buat yang punya anak).

Vivian seorang pengusaha hotel yang kaya raya. Tidak butuh laki-laki untuk membuatnya sukses. Kesuksesan adalah dirinya sendiri. Carol seorang chef, berjiwa sosial tinggi, ibu dari tiga anak, dan istri dari seorang pensiunan. Sharon seorang lulusan hukum dari Stanford University. Pada jamannya kuliah, ada 301 lulusan, dari jumlah itu 62 orang adalah perempuan, dan dari jumlah perempuan itu hanya satu orang yang menjadi hakim federal, dialah Sharon. Sharon sudah bercerai dengan suaminya. Diane seorang ibu dari dua perempuan muda, suaminya yang seorang akuntan meninggal satu tahun yang lalu.

Mereka berempat disatukan dengan satu kesamaan: sama-sama suka baca buku. Kumpul-kumpul setiap bulan jadi agenda wajib untuk membahas sebuah buku. Dan buku yang dibahas pada saat pertemuan kesekian itu adalah buku 'Fifty Shades of Grey'. Buku karya E.L. James itu berhasil mengubah hidup mereka.

Yang pikirannya mesum duluan mending gausah nonton film ini. Soalnya pasti kecewa.

Love story keempat wanita tersebut digambarkan dengan apik dan elegan, tidak murahan sama sekali. Alih-alih ngomongin seks, justru film ini lebih menyoroti tentang impian manusia yang nggak ada batasan usia. Everyone deserves happiness, everyone deserves to be happy, no matter how old they are. Age is just a number.

Vivian dan laki-laki yang selalu mengaguminya, Arthur, bertemu setelah empat puluh tahun berlalu. Bukan impian Vivian memang, tapi Arthur. Bayangkan empat puluh tahun itu selama apa. Never give up on your dreams! Selama masih bernafas, yakinlah kita masih bisa berusaha untuk meraih mimpi. Nggak ada kata "terlalu tua" untuk meraih mimpi (ada sih kalau impiannya jadi PNS).


Hubungan Carol dan suaminya, Bruce, bisa romantis kembali setelah Carol mencoba berbagai upaya yang menurut Bruce agak gila. Seperti yang berkali-kali pernah saya baca di blog yang membahas tentang relationship, kunci utama sebuah hubungan adalah komunikasi kedua belah pihak harus lancar.


Sharon yang memang mandiri, tegas, dan sangat main logika ya nggak ngaruh walaupun hadir di pesta perayaan pertunangan anaknya-dan-pacarnya dan mantan-suaminya-dan-pacarnya. Sharon membuka diri untuk mencari teman hidup dengan memanfaatkan teknologi aplikasi online dating. Membuka diri terhadap hal baru itu nggak hanya di dunia perkencanan saja sih memang, semua bidang bisa kok menerapkan konsep ini. Wawasan dan jaringan pertemanan akan semakin bertambah.


Diane sangat-sangat dikhawatirkan oleh kedua anaknya yang tinggal di Arizona (Diane and the gank tinggal di LA). Suatu hari anak-anaknya itu membawa Diane ke Arizona supaya lebih dekat dengan mereka. Paham lah ya soal kekhawatiran anak terhadap orangtua yang tinggal sendirian dan jauh. Tapi ternyata gaes putri-putri Diane melupakan sebuah hal bahwa Diane, ibu mereka, punya standar sendiri untuk hidup bahagia. Diane adalah seorang ibu, dan seorang ibu akan selalu baik-baik saja katanya. MONANGIS NGGAK HUHU.


Setelah nonton film ini saya jadi semangat kalau misal diberi umur panjang sampai tua. Sudah tua pun hidup masih bisa bahagia kok, dan itu harus. Mikirnya jauh banget. :)


(pictures from IMdB)

*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabur ke 'Hutan Kota Malabar'

Hari Minggu kemarin kayaknya saya jadi manusia paling sibuk sedunia. Dunia saya sendiri maksudnya. Pagi ikut jalan sehat di tempat kerja, siangan dikit hunting foto di hutan kota, dan sorenya hadir di gathering fandom lanjut nanem benih bunga matahari. Malamnya rebahan males-malesan sambil sekrol twitter nyari meme (ini unfaedah sekali). Anyway yang mau saya jadikan sorotan di postingan ini tentu saja kegiatan hunting foto di 'Hutan Kota Malabar'. Ceritanya saya udah bosen nungguin undian door prize pasca jalan sehat karena udah yakin nggak bakal dapet seperti jalan sehat-jalan sehat sebelumnya. Jadilah saya ngajak my partner in crime untuk melarikan diri ke 'Hutan Kota Malabar'. Satu-satunya foto yang saya ambil di venue jalan sehat xD Kami, eh tepatnya saya sih, dari dulu udah pingin banget nengok salah satu hutan kota yang ada di Malang ini. Cuman nggak jadi-jadi terus, entah alasannya apa saya lupa sangking banyaknya. Berhubung teman saya ini mau nikah akhir

Liked Tweets #1: Traveling, Health, Family, and Ray

cr: mohammad_hassan on Pixabay.com Jumat kemarin saya nggak sengaja lihat angka twit-twit yang pernah saya like dan kaget dong angkanya 400 lebih. Isinya kebanyakan artikel yang judulnya menarik menurut saya, dikumpulin di 'Likes' untuk dibaca kalau lagi senggang. Nyatanya ya nggak dibaca-baca sampai Jumat kemarin hahaha. Dalam rangka merampingkan angka liked tweets (yang buat saya pribadi penting karena saya nggak suka 'Likes' kebanyakan soalnya nanti twit yang beneran penting banget pasti kekubur), saya mulai baca satu per satu twit yang pernah saya like itu. Supaya isi artikel nggak menguap, maka saya tulis ulang di blog ini hehehe. Topiknya campur-campur seperti yang ada di judul postingan ini. Cus~~~ Traveling Masa Kini menurut Trinity Trinity adalah travel writer perempuan dari Indonesia. Buku-bukunya pernah saya review di postingan-postingan ini: [Books] Quick Review The Naked Traveler 1-4 [Books] My Opinion about The Naked Traveler 1 YEAR Round-the-World-Trip

Sierra Burgess is A Loser: Terlalu Manis untuk Disinisin

Hulaaa! Hari ini saya mau bahas tentang sebuah film remaja dari Netflix yang judulnya sudah tertera di judul postingan ini. Tumben nulis satu film di satu postingan, biasanya beberapa film dirapel jadi satu? Hehehe lagi rajin. Postingan ini boleh dibilang sebagai review, tentunya review level recehan. Review sungguhan biarlah menjadi tugas para kritikus film di berbagai website bereputasi. Sebenarnya nggak ada hal baru yang diangkat di film ini. Topiknya masih tentang krisis percaya diri remaja, geng-gengan di sekolah, dan cinta monyet ala anak SMA. Buat yang sudah melewati masa-masa itu pasti nggak akan asing dengan hal-hal tersebut. Ternyata remaja dulu dan sekarang ya kurang lebih sama aja masalah yang dihadapi. Sierra Burgess seorang anak SMA yang tidak populer (and she dgaf about it) , cerdas, menjadi anak emas di pelajaran bahasa karena keindahan puisi karyanya, dan sesungguhnya sedang berada di dalam perang melawan ketidakpedean di dalam benaknya. Berbeda dengan Veronica seorang